KabarGRESS.com | Jadikan yang Terdepan

test

DARI PUING MUSHOLLA, KITA BELAJAR TENTANG KETUNDUKAN


Oleh: Mas Hery


Langit Buduran sore itu tampak muram, seolah ikut menyimpan duka. Angin yang biasanya membawa kesejukan, kali ini berhembus membawa debu dan jerit. Musholla Pondok Pesantren Al-Khoziny yang berdiri sederhana, mendadak ambruk dalam sekejap. Di balik kepulan abu semen dan serpihan bata, bergema kalimat istighfar yang tercekat di tenggorokan para santri.

Selama ini musholla itu menjadi tempat dzikir setiap ba’da magrib. Suara lantunan ayat suci berpadu dengan bacaan kitab kuning yang diajarkan para ustadz. Di sana para santri belajar tentang makna ilmu dan kesabaran, tentang hidup yang harus tunduk pada takdir, bukan pada keangkuhan. Siapa sangka, tempat seindah itu kini hanya menyisakan sunyi dan kenangan.

Musibah datang tak pernah diundang, tapi juga tak pernah salah alamat. Ia mengetuk hati yang lalai, menyapa jiwa yang mulai sibuk dengan urusan dunia. Dalam setiap puing yang berserakan, ada pesan Ilahi yang halus: bahwa tidak ada yang kokoh selain kehendak Tuhan. Sebab setiap bangunan, betapapun kuat, tetap tunduk pada hukum langit.

Namun Tuhan tak pernah bermaksud menghancurkan, hanya mengingatkan. Dari reruntuhan itu, manusia diminta kembali menata hatinya. Agar sadar bahwa yang sejati tak pernah berdiri di atas semen dan baja, melainkan di atas keikhlasan, amanah, dan kasih sayang. Sebab iman yang kokoh selalu tumbuh dari jiwa yang pasrah.

Mungkin inilah cara Tuhan mengajarkan keseimbangan antara niat dan kehati-hatian. Antara semangat membangun rumah ibadah dan kewajiban menjaga keselamatan. Niat baik tanpa tanggung jawab bisa berbuah duka, tapi dari duka itulah lahir pelajaran yang lebih dalam: bahwa setiap amal harus dilandasi ilmu dan amanah.

Para santri kini belajar kitab dengan cara berbeda. Tak lagi di bawah atap musholla, tapi di bawah langit yang sama. Mereka duduk bersila di tanah berdebu, membuka mushaf yang masih diselamatkan dari reruntuhan. Di antara sobekan kertas dan sisa bata, mereka membaca kembali makna kesabaran, seolah Tuhan menulis ulang pelajaran hidup untuk mereka.

Pengasuh pondok hanya bisa menatap hening. Dalam matanya yang sembab, ada kekuatan yang lembut. “Semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik,” katanya lirih. “Kami yakin, semua ini bukan azab, tapi kasih sayang yang datang dalam wujud ujian.” Kalimat itu jatuh seperti embun di atas bara, menenangkan yang gelisah.

Musibah ini juga menumbuhkan empati dari banyak arah. Warga, alumni, dan para relawan datang membawa doa dan tenaga. Mereka membersihkan puing, menyalakan semangat, dan memeluk duka para santri. Dari tragedi, lahirlah kebersamaan. Dari kehilangan, lahirlah kasih yang menautkan manusia dalam kepedulian.

Hari-hari berikutnya, suasana pondok perlahan hidup kembali. Doa-doa dibaca lebih dalam, air mata menjadi wudhu yang menyucikan hati. Setiap santri tahu, mereka sedang menapak jalan baru , jalan kesadaran bahwa hidup bukan tentang seberapa tinggi kita membangun, tapi seberapa kuat kita bertahan saat semuanya runtuh.

Dari puing itu, muncul keyakinan baru. Bahwa bangunan bisa hancur, tapi dzikir tidak. Bahwa kitab bisa tertimbun debu, tapi cahaya ilmu tak akan padam. Musholla boleh roboh, tapi ruhnya tetap hidup di dada para santri yang terus membaca, terus berdoa, terus belajar mencintai Allah dalam bentuk paling sederhana.

Setiap reruntuhan adalah pesan langit. Ia berbisik: jangan sombong atas kekuatanmu, sebab hanya Allah yang tak tergoyahkan. Ia juga berpesan: jangan takut pada kehilangan, sebab setiap kehilangan adalah jalan menuju pemahaman yang lebih tinggi. Maka, tugas manusia bukan menolak ujian, tapi menemukan makna di dalamnya.

Dan pada akhirnya, dari puing musholla itu kita semua belajar: bahwa ketundukan bukan sekedar sujud dalam shalat, tapi juga pasrah dalam menerima takdir. Bahwa iman bukan hanya doa yang diucap, tapi kesabaran yang dihidupi. Sebab yang sejati dari tragedi bukanlah tangisnya, melainkan kesadarannya bahwa di balik kehancuran, selalu ada kesempatan untuk berdiri lebih beriman.

Penulis adalah wartawan KabarGress.com

DARI PUING MUSHOLLA, KITA BELAJAR TENTANG KETUNDUKAN DARI PUING MUSHOLLA, KITA BELAJAR TENTANG KETUNDUKAN Reviewed by KabarGress.com on Oktober 08, 2025 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Sidebar Ads

Diberdayakan oleh Blogger.