Surabaya, KABARGRESS.com - Komisi B DPRD Surabaya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama mitra jagal Rumah Potong Hewan (RPH) pada Rabu (24/9/2025). Rapat yang dipimpin Ketua Komisi B, M.Faridz Afif, berlangsung hangat setelah para jagal dengan tegas menyatakan penolakan terhadap rencana relokasi RPH dari Pegirian ke kawasan Tambak Osowilangon.
Perwakilan mitra jagal, Abdulloh, menyampaikan kekecewaannya terhadap kebijakan Pemkot Surabaya yang dinilai tidak aspiratif. Ia menegaskan, keputusan memindahkan RPH dianggap hanya menguntungkan pihak atas tanpa mempertimbangkan nasib para jagal yang sehari-hari bergantung pada lokasi tersebut. Menurutnya, Pemkot sebelumnya sudah berjanji tidak akan merelokasi RPH, tetapi kini kebijakan itu justru berubah tanpa sosialisasi yang jelas.
“Kami menolak dengan alasan apa pun jika Pemkot bersikeras memindahkan RPH Pegirian. Tidak ada urgensi yang jelas, sementara kondisi perekonomian jagal di Pegirian sudah cukup baik,” tegas Abdulloh. Ia menambahkan, pembangunan fasilitas baru kerap kali tidak sesuai kebutuhan pengguna. “Jangan sampai seperti pasar atau sentra wisata kuliner yang dibangun, tapi akhirnya sepi karena tidak sesuai aspirasi,” ujarnya.
Di sisi lain, Direktur Utama RPH, Fajar Arifianto Isnugroho, berusaha menenangkan keresahan para jagal. Ia mengakui keberatan mereka terkait jarak dan biaya operasional tambahan. Namun, Fajar menegaskan bahwa Pemkot sudah merencanakan pengembangan RPH baru yang lebih representatif. Menurutnya, relokasi akan tetap dibicarakan bersama agar kebutuhan para jagal tetap terpenuhi.
“Kami memahami keresahan mitra jagal. Karena itu, sebelum siap, kami tidak akan memaksakan pindah. Kandang dan fasilitas di lokasi baru masih kami perbaiki agar bisa menampung kebutuhan sapi lokal maupun impor,” jelas Fajar.
Ia juga menyinggung bahwa sebelumnya RPH sudah mengusulkan tiga lokasi alternatif—Tambakwedi, Kenjeran, dan Mulyorejo—tetapi usulan itu tidak diakomodasi Pemkot.
Ketua Komisi B DPRD Surabaya, M. Faridz Afif, menegaskan bahwa aspirasi para jagal tidak boleh diabaikan. Menurutnya, relokasi ke Tambak Osowilangon berpotensi meningkatkan biaya operasional sehingga harga daging di pasaran ikut naik. Selain itu, rantai distribusi yang lebih panjang dikhawatirkan membuat kualitas daging tidak lagi segar.
“Kalau jagal berhenti, maka peredaran daging di Surabaya bisa terganggu, bahkan lumpuh. Itu yang kami khawatirkan,” jelas Faridz.
Ia meminta Pemkot segera duduk bersama dengan mitra jagal, RPH, dan bagian perekonomian untuk merumuskan solusi yang adil. Hasil pertemuan itu nantinya akan menjadi dasar pembahasan lanjutan di DPRD bersama instansi teknis terkait.
polemik relokasi RPH ini mencerminkan pentingnya komunikasi dua arah antara pemerintah dan masyarakat terdampak. Pembangunan memang perlu, tetapi tanpa melibatkan aspirasi para pengguna langsung, kebijakan berisiko menimbulkan penolakan besar. Kasus ini menjadi pengingat bahwa pembangunan ideal adalah yang berpihak pada kebutuhan rakyat bawah, bukan sekadar proyek fisik yang megah. (ZAK)

Tidak ada komentar: