Surabaya, KABARGRESS.com — Komisi B DPRD Kota Surabaya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) menindaklanjuti aduan warga terkait sengketa Surat Ijo atau Izin Pemakaian Tanah (IPT). Rapat yang dipimpin Ketua Komisi B, M. Faridz Afif, pada Selasa (11/11/2025), dihadiri perwakilan dari Dispendukcapil Surabaya, Kantor Pertanahan Surabaya 1, serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Wilayah Jawa Timur.
Sejumlah warga pemegang Surat Ijo turut hadir menyampaikan keluh kesah dan dugaan ketidaksesuaian proses pengelolaan tanah. Salah satunya, Cipto, warga Petemon, menuding adanya praktik yang tidak transparan antara Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) dengan pihak BPN dalam penerbitan surat tanah. Ia menyebut telah menemukan modus kerja sama yang berpotensi merugikan warga.
“Ini kejahatan yang harus dibongkar. Surat Ijo itu dikeluarkan kelurahan dengan persetujuan BKAD. Tapi di lapangan, ada ketidaksesuaian data, bahkan lokasi yang disebut bukan bagian dari aset Pemkot,” ujar Cipto menyoroti kasus di Jalan Petemon Timur.
Keluhan juga datang dari warga bernama Pras, yang menyinggung praktik pungutan retribusi di tingkat kelurahan. Ia menuturkan, saat mengurus KTP baru, dirinya justru diminta membayar retribusi IPT terlebih dahulu.
“Saya hanya ingin memperbarui KTP, tapi oleh kelurahan disuruh bayar retribusi IPT. Bahkan untuk pemblokiran data juga harus membayar. Ini kan aneh,” ujarnya.
Menurutnya, kebijakan tersebut membuat masyarakat kecil tertekan karena sistem pelayanan seolah mengaitkan seluruh urusan administrasi dengan kewajiban pembayaran IPT.
Menanggapi keluhan warga, Lely S, perwakilan dari Dispendukcapil Surabaya, menegaskan bahwa pelayanan administrasi kependudukan tidak membedakan antara warga pemegang Surat Ijo dan pemilik sertifikat hak milik (SHM). Ia menegaskan, selama warga ber-KTP dan KK Surabaya serta benar-benar tinggal di alamat yang terdaftar, maka pelayanan tetap diberikan tanpa diskriminasi.
“Kami hanya memastikan validitas data. Kalau ternyata warga hanya menumpang alamat, itu yang akan kami nonaktifkan sementara,” jelasnya.
Ia juga menyebut kebijakan ini sesuai Perwali Nomor 30 Tahun 2025 untuk menjaga akurasi data kependudukan.
Sementara itu, perwakilan Kantor Pertanahan Surabaya 1, Adi S, menjelaskan secara formal bahwa Surat Ijo merupakan izin pemakaian tanah milik Pemerintah Kota Surabaya.
“Surat Ijo bukan hak milik, tapi izin penggunaan aset Pemkot dengan kewajiban membayar retribusi tahunan. Dasarnya adalah Perda Kota Surabaya Nomor 1 Tahun 1997, Perwali Nomor 1 Tahun 1998, serta Perda Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Tanah Aset Daerah,” terangnya.
Ketua Komisi B DPRD Surabaya, M. Faridz Afif, menegaskan bahwa rapat tersebut menghasilkan dua poin penting. Pertama, warga pemegang Surat Ijo tetap memiliki hak penuh untuk mengurus dokumen kependudukan seperti KTP dan KK. Kedua, DPRD akan menindaklanjuti persoalan status tanah dengan menghadirkan pihak BPN Jawa Timur.
“Kami akan mengundang langsung BPN Jatim agar penjelasan soal status tanah ini disampaikan secara rigid dan detail. Ini penting supaya tidak ada lagi perbedaan persepsi,” tegasnya.
Faridz menambahkan, DPRD Surabaya berfungsi menjembatani aspirasi warga dan instansi pemerintah agar persoalan seperti ini tidak berlarut.
“Tujuan kami sederhana, agar masyarakat mendapat kepastian hukum dan pelayanan yang adil. Kalau terus dibiarkan kabur, yang rugi warga,” pungkasnya. (ZAK)
Reviewed by KabarGress.com
on
November 10, 2025
Rating:

Tidak ada komentar: