Notes, historical Mas Hery
SETIAP 28 Oktober, kita menengok ke belakang, mencari cermin sejarah di wajah para pemuda 1928. Mereka datang dari berbagai daerah, membawa logat, adat, dan keyakinan yang berbeda. Namun di ruang sempit itu, mereka memutuskan satu hal besar: melebur dalam nama Indonesia. Sumpah Pemuda bukan hanya janji tiga baris, tetapi napas yang melahirkan bangsa.
Kini, sembilan puluh tujuh tahun berlalu. Indonesia yang dulu diperjuangkan dengan darah dan air mata, sedang menghadapi luka yang lain: luka kepercayaan. Mega korupsi merebak di berbagai lini, seolah negeri ini telah lupa makna malu. Di banyak tempat, jabatan dijadikan ladang, kekuasaan berubah menjadi candu. Rakyat menatap getir ketika pengorbanan pendahulu seakan dipermainkan oleh keserakahan generasi kini.
Di sisi lain, angka pengangguran terus menanjak. Anak-anak muda yang dulu disebut *“tulang punggung bangsa”* kini banyak yang berjalan tanpa arah. Mereka terhimpit oleh sulitnya lapangan kerja, terjepit oleh ekonomi yang stagnan, dan kehilangan keyakinan terhadap masa depan yang seharusnya mereka genggam. Sumpah Pemuda yang dulu melambangkan harapan kini terdengar seperti seruan yang sayup di tengah hiruk-pikuk krisis moral dan ekonomi.
Namun sejarah selalu memberi ruang bagi kebangkitan. Dalam situasi yang tidak baik-baik saja ini, kepemimpinan nasional di bawah *Presiden Prabowo Subianto* berusaha menegakkan kembali wibawa negara yang mulai rapuh. Prabowo mencoba menata kembali sistem birokrasi dan memperkuat fondasi ekonomi agar bangsa ini tak terperosok lebih dalam ke jurang kesenjangan dan ketidakadilan.
Sementara itu, Menkeu *Purbaya Yudhi Sadewa* tampil sebagai sosok yang berupaya menjaga *nurani fiskal* bangsa. Di tengah godaan politik dan tekanan oligarki, dia berusaha mengembalikan keuangan negara pada jalur rasionalitas dan keadilan. Langkahnya tegas, sering menuai kontroversi, tapi itulah harga dari integritas di tengah sistem yang korup. Ia mencoba menjadikan keuangan negara bukan cuman sekedar alat kekuasaan, melainkan alat keberpihakan pada rakyat kecil.
Tema “Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu” terasa relevan di tengah situasi ini. Sebab bangsa tidak akan pulih hanya karena perintah dari atas, tetapi karena kesadaran dari bawah. Semangat Sumpah Pemuda mengajarkan bahwa perubahan sejati selalu lahir dari keberanian generasi muda yang mau bergerak melawan kejumudan dan ketidakadilan.
Gerak pemuda hari ini tidak lagi di medan perang bersenjata, tapi di medan moral dan digital. Di tangan mereka, media sosial bisa menjadi alat pencerahan atau penghancuran. Pilihan ada pada integritas: apakah mereka mau menjadi pewaris semangat persatuan, atau justru perusak kebinekaan. Indonesia menunggu para pemuda yang berani menyalakan kembali api kejujuran dan solidaritas di tengah kegelapan zaman.
Namun jangan lupa, gerakan tanpa kesadaran nilai hanyalah kebisingan. Sumpah Pemuda bukan hanya tentang bersatu dalam nama, tapi juga dalam cita-cita. Dalam situasi bangsa yang sedang terhuyung, dibutuhkan bukan hanya pemimpin yang kuat, tapi rakyat yang jujur, berani, dan tahan uji. Bangsa besar tidak akan tumbuh dari generasi yang putus asa, melainkan dari mereka yang tetap menanam harapan di tanah yang gersang.
Kita belajar dari sejarah bahwa setiap krisis selalu melahirkan tokoh. Mungkin kini waktunya pemuda kembali berdiri, bukan untuk mengutuk gelap, tetapi untuk menyalakan pelita. Karena sejatinya, semangat Sumpah Pemuda bukan sekadar nostalgia, melainkan kompas moral bagi bangsa yang sedang kehilangan arah.
Ketika korupsi merajalela, keadilan dipermainkan, dan kemiskinan menjerat, semangat 28 Oktober harus menjadi alarm kebangsaan: bahwa bangsa ini tidak boleh menyerah pada kegelapan. Bahwa Indonesia masih punya harapan, selama pemudanya tidak berhenti percaya.
Dan malam ini, ketika langit Oktober menyala dengan cahaya merah putih, biarlah kita mengingat kembali ikrar itu *"Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa."* Sebab selama kita memegang teguh persatuan, selama masih ada hati yang jujur dan tangan yang mau bekerja untuk rakyat, Indonesia akan selalu menemukan jalan pulangnya menuju terang. (***)
Reviewed by KabarGress.com
on
Oktober 27, 2025
Rating:

Tidak ada komentar: