KabarGRESS.com | Jadikan yang Terdepan

test

Selamat HUT Republik Indonesia ke 80

SINERGI MERAWAT ALAM JAWA TIMUR: REHABILITASI LAHAN DI LUAR KAWASAN HUTAN


Oleh: Mas Hery


DALAM denyut pembangunan yang kian cepat, alam tak jarang menjadi korban diam yang terus merintih. Jawa Timur, sebagai salah satu provinsi dengan tekanan lahan tinggi, menyimpan luka-luka ekologis yang tidak hanya tersembunyi di kedalaman hutan, tetapi juga menganga di luar kawasan hutan: di lahan-lahan pertanian yang aus, di pesisir yang tergerus abrasi, hingga di sempadan sungai yang kehilangan hijau peneduhnya. Di sinilah, konsep rehabilitasi lahan menemukan makna yang lebih luas tak cuma penanaman, melainkan sebuah panggilan peradaban untuk merawat bumi dengan sinergi dan kepekaan.

Rehabilitasi di luar kawasan hutan adalah langkah progresif yang menjawab tantangan kerusakan lingkungan dengan pendekatan yang lebih menyeluruh. Tak hanya fokus pada hutan negara, tetapi juga merangkul ruang-ruang terbuka yang dikelola masyarakat dan swasta. Penanaman pohon pada lahan milik warga, restorasi sempadan sungai, hingga penghijauan pesisir menjadi manifestasi dari kepedulian yang tumbuh. Ini adalah bentuk upaya menyentuh akar masalah degradasi, memperbaiki tutupan vegetatif, serta menjaga keseimbangan ekologis yang sempat terganggu.

Kisah dari Blitar menjadi contoh inspiratif bagaimana sinergi lintas sektor bekerja nyata. PT Pertamina EP, melalui mekanisme kompensasi tukar-menukar kawasan hutan (TMKH), merehabilitasi lahan seluas 148,6 hektar dengan lebih dari 183.000 bibit pohon ditanam. Ini bukan sekedar angka, tapi simbol dari tanggung jawab moral dunia usaha terhadap lingkungan. Di tingkat nasional, data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat bahwa pada tahun 2023, seluas 179.000 hektar lahan telah direhabilitasi, sebagian besar berada di luar kawasan hutan.

Kemajuan dalam pengelolaan rehabilitasi tak lagi bertumpu pada cara lama yang penuh dugaan dan klaim sepihak. Kini, data hijau berbasis teknologi hadir sebagai peta kompas yang menuntun arah. Jawa Timur telah mengadopsi sistem geotagging dan drone-mapping untuk memantau keberhasilan rehabilitasi secara real-time. Pendekatan ini memperkuat akuntabilitas dan membuka ruang evaluasi berbasis bukti, sekaligus memudahkan pengambilan keputusan yang lebih tepat sasaran.

Lebih dari itu, keterbukaan data pemerintah menjadi elemen penting dalam membangun kepercayaan publik. Melalui portal data vegetatif yang dapat diakses secara terbuka, masyarakat dan pemangku kepentingan dapat mengikuti perkembangan rehabilitasi di tiap kabupaten/kota. Transparansi ini menciptakan partisipasi yang sehat, karena keberhasilan menjaga alam bukan hanya tugas negara, melainkan tanggung jawab bersama.

Namun, tidak ada rehabilitasi yang berhasil tanpa kolaborasi. Di balik tiap pohon yang tumbuh, ada tangan-tangan yang bekerja bersama pemerintah pusat dan daerah, BPDAS, Perhutani, LSM, masyarakat adat, akademisi, hingga dunia usaha. Mereka tidak berdiri sendiri, melainkan saling menopang dalam harmoni. Inilah esensi dari tagline “Sinergi Merawat Alam Jawa Timur”sebuah semangat kolektif untuk membangun masa depan ekologis yang lestari.

Dari segi pembiayaan, pendekatan rehabilitasi ini juga menunjukkan inovasi. Pendanaan tidak hanya bergantung pada APBN dan APBD, tetapi juga merangkul Dana Reboisasi, program kerja sama internasional seperti REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation), GCF (Green Climate Fund), hingga USAID. Sinergi global dan lokal ini menjadikan Jawa Timur sebagai tapal batas perubahan iklim yang penuh harapan.

Gerakan rehabilitasi mangrove serentak di Pasuruan menjadi representasi konkret dari kolaborasi itu. Ribuan bibit ditanam bersamaan oleh para pemangku kepentingan. Aksi ini bukan sekedar seremonial, tetapi bagian dari strategi membangun ketahanan pesisir terhadap abrasi dan intrusi air laut. Di balik aktivitas fisik tersebut, tumbuh pula semangat gotong royong, kesadaran ekologis, dan harapan baru bagi generasi mendatang.

Rehabilitasi lahan juga sejalan dengan komitmen Indonesia dalam pencapaian FOLU Net Sink 2030, yaitu target menjadikan sektor kehutanan dan penggunaan lahan sebagai penyerap karbon bersih. Artinya, emisi yang dihasilkan harus lebih kecil dari kemampuan serapnya. Kontribusi Jawa Timur, melalui berbagai program RHL di luar kawasan hutan, menjadi bagian penting dari peta jalan nasional menuju keberlanjutan.

Di sisi sosial, rehabilitasi ini memberi manfaat ganda. Selain memperbaiki lingkungan, ia juga membuka peluang ekonomi hijau bagi masyarakat lokal. Kegiatan pembibitan, penanaman, hingga pemeliharaan melibatkan warga sekitar, meningkatkan keterampilan, serta membuka lapangan kerja baru. Maka, selain menumbuhkan pohon, program ini juga menumbuhkan harapan dan kesejahteraan.

Namun, tantangan tetap ada. Keterbatasan anggaran, tumpang tindih lahan, serta minimnya kesadaran sebagian masyarakat menjadi penghalang yang harus dihadapi dengan strategi jangka panjang. Edukasi, penguatan kelembagaan, serta peran aktif media massa diperlukan untuk menjaga api semangat ini tetap menyala. Sebab, merawat alam bukan kerja satu musim, tapi perjuangan lintas generasi.

Jawa Timur sedang menulis babak baru dalam sejarah ekologinya. Dengan teknologi sebagai alat, kolaborasi sebagai jiwa, dan masyarakat sebagai jantungnya, provinsi ini menapaki jalan menuju keseimbangan. Sebuah jalan yang mungkin berliku, namun jelas arahnya. Karena pada akhirnya, alam yang dirawat bersama akan tumbuh bersama. Dan sinergi, dalam makna terdalamnya, adalah kunci menjaga harmoni antara manusia dan semesta.

      

Penulis adalah Wartawan KabarGress.com

SINERGI MERAWAT ALAM JAWA TIMUR: REHABILITASI LAHAN DI LUAR KAWASAN HUTAN SINERGI MERAWAT ALAM JAWA TIMUR: REHABILITASI LAHAN DI LUAR KAWASAN HUTAN Reviewed by KabarGress.com on Agustus 27, 2025 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Sidebar Ads

Diberdayakan oleh Blogger.